Jika menetapkan pilihan adalah keniscayaan hidup maka adanya seleksi menjadi kausalitas dari proses memilih itu. Manusia secara didaktis akan menyeleksi setiap substansi kehidupan di sekitarnya, termasuk diantaranya adalah melakukan seleksi untuk para perempuan. Mungkin kenyataan ini terlalu misoginis. Namun demikianlah adanya. Seleksi itu memilih perempuan terpilih untuk kemudian menjadi perempuan pilihan.
Siapakah perempuan pilihan? Dia pernah hidup di sebuah peradaban dan memiliki kekhasan yang membedakan dengan perempuan-perempuan yang hidup di peradaban itu pada umumnya. Mungkin kebanyakan kita tidak mengenal nama Zanubiya. Buku 100 wanita pilihan menulis histori Ratu kerajaan Tadmur itu, sebuah kerajaan kecil di ranah Arab, dengan sangat mengagumkan. Kecerdasan, keberanian wibawa, kecantikan serta keibuannya memenuhi kualifikasi dia sebagai perempuan pilihan.
Perempuan-perempuan pilihan dalam sejarah Islam adalah representasi muslimah dengan kesuksesan perannya. Khadijah ra adalah profil tepat pendamping tokoh besar. Asma Binti Abu Bakar merupakan representasi aktifis perempuan Islam. Aisyah ra sebagai ilmuwan perempuan. Fatimah ra profil anak perempuan, Khansa ra profil mujahidah, Nusaibah adalah ra pejuang perempuan dan tabi’in terpilih lain yang mungkin sedikit bahkan tidak pernah tercatat dalam sejarah Islam.
Satu fakta cukup mengenaskan. Generasi tabi’in perempuan setelah nabi terus mengalami penurunan luar biasa kualitas biogratifnya. Hal ini berlanjut hingga sekarang. Ada apa dengan para muslimah? Salah satu anasirnya adalah penghargaan terbaik untuk perempuan di era nabawaiyah, setelah itu para muslimah banyak yang terjebak dalam polarisasi nilai yang menyerang zaman ini cukup akut. Ada banyak tangan mempermainkan nilai, sistem bahkan ayat-ayat Al Qur’an sedemikian lihai.
0 komentar:
Posting Komentar